Sabtu, 02 Januari 2016

Undang-Undang Obat Keras


PASAL I
Undang – undang obat keras ( St. 1937 No. 541) ditetapkan kembali sebagai
berikut :
Pasal 1
(1) Yang dimaksud dalam ordonansi ini dengan :
a. “ Obat-obat keras “ yaitu obat-obatan yang tidak digunakan untuk
keperluan tehnik, yang mempunyai khasiat mengobati, menguatkan,
membaguskan, mendesinfeksikan dan lain-lain tubuh manusia, baik
dalam bungkusan maupun tidak, yang ditetapkan oleh Secretaris Van
Staat, Hoofd van het Departement van Gesondheid, menurut ketentuan
pada Pasal 2.
b. b. “Apoteker “ : Mereka yang sesuai dengan peraturan yang berlaku
mempunyai wewenang untuk menjalankan praktek peracikan obat di
Indonesia sebagai seorang Apoteker sambil memimpin sebuah Apotek.
c. c. “Dokter pemimpin Apotek” : yaitu Dokter-dokter yang memimpin
Apotek Dokter sesuai dengan Pasal 49 dari “Reglement D.V. G”.
d. d. “Dokter-dokter” : Mereka yang menjalankan praktek-praktek
pengobatan dan yang memegang wewenang menurut peraturanperaturan
yang berlaku.
e. e. “Dokter-dokter Gigi” : Mereka yang menjalankan praktek-praktek
pengobatan Gigi dan yang memegang wewenang menurut peraturanperaturan
yang berlaku.
f. f. “Dokter-dokter Hewan” :
1. Mereka yang menjalankan pekerjaan Kedokteran Hewan di
Indonesia dan berijazah Dokter Hewan Belanda.
2. Mereka yang menjalankan kedokteran Hewan di Indonesia yang
memegang Ijazah dari Negara lain dan kemudian diberi izin
menjalankan praktek di tanah Belanda atau dapat diangkat sebagai
Dokter Hewan pemerintah.
3. Mereka yang menjalankan pekerjaan Kedokteran Hewan di
Indonesia dan berijazah Dokter Hewan Bogor.
g. g. ”Pedagang-pedagang Kecil yang diakui” : Mereka yang bukan
AApoteker atau Dokter, atau Dokter Hewan yang sesuai dengan Pasal 6
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
memperoleh izin dan berwenang untuk menyerahkan obat-obat keras
tertentu.
h. h. “Pedagang-pedagang Besar yang diakui” : Mereka yanmg
bukan Apoteker yang sesuai dengan Pasal 7 berwenang untuk
menyerahkan segala macam obat-obat keras sesuai dengan Ordonansi
ini.
i. i. “Menyerahkan” : Termasuk penjualan, menawarkan untuk
penjualan dan penjualan keliling.
j. j. “Secretarist van St” : Secretarist van staat, Kepala D.V.D. jakarta
k. k. “Obat-obatan G” : oabta-obat keras yang oleh Sec. V. St. didaftar
pada daftar obat-obatan berbahaya (gevaarlijk; daftar G).
l. l. “Obatan-obatan W” : Obat-obat keras yang oleh Sec.V.St.
didaftar pada daftar peringatan ( warschuwing; daftar W).
(1) (1) Dalam Ordonansi ini nyang dimaksudkan dengan H.P.B. pada
daerah-daerah tanpa tugas semacam ini, yaitu seorang petugas yang
ditunjuk oleh Residen.
Pasal 2
(1). Sec. V. St. mempunyai wewenang untuk menetapkan bahan-bahan sebagai
obat-obat keras.
(2). Penetapan ini dijalankan denganb menempatkan bahan-bahan itu pada
suatu daftar G ataudaftar W.
(3). Daftar G dan W beserta tambahan-tambahannya diumumkan oleh Sec. V.
St. dalam Javase-Courant.
(4). Penetapan ini dianggap telah berlaku untuk/Jawa dan madura mulai hari
yang ke 30 dan untuk daerah-daerah lain di Indonesia mulai hari yang ke
100 setelah pengumuman dari daftar-daftar dan tambahan-tambahan di
javase Courant.
Pasal 3
(1). Penyerahan persediaan untuk penyerahan dan penawaran untuk penjualan
dari bahan-bahan G, demikian pula memiliki bahan-bahan ini dalam jumlah
sedemikian rupa sehingga secara normal tidak dapat diterima bahwa
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
bahan-bahan ini hanya diperuntukkan pemakaian pribadi, adalah dilarang.
Larangan ini tidak berlaku untuk pedagang-pedagang besar yang diakui,
Apoteker-apoteker, yang memimpin Apotek dan Dokter Hewan.
(2). Penyerahan dari bahan-bahan G, yang menyimpang dari resep Dokter,
Dokter Gigi, Dokter Hewan dilarang, larantgan ini tidak berlaku bagi
penyerahan-penyerahan kepada Pedagang – pedagang Besar yang diakui,
Apoteker-apoteker, Dokter-dokter Gigi dan Dokter-dokter Hewan demikian
juga tidak terhadap penyerahan-penyerahan menurut ketentuan pada Pasal
7 ayat 5.
(3). Larang-larang yang dimaksud pada ayat-ayat tersebut diatas tidak berlaku
untuk penyerahan obat-obat sebagaimana dimaksudkan Pasal 49 ayat 3
dan 4 dan Pasal 51 dari “Reglement D.V.D.”.
(4). Sec.V.St. dapat menetapkan bahwa sesuatu peraturan sebagaimana
dimaksudkan pada ayat 2, jika berhubungan dengan penyerahan obatobata
G yang tertentu yang ditunjukan olehnya harus ikut ditandatangani
oleh seorang petugas khusus yang ditunjuk. Jika tanda tangan petugas ini
tidak terdapat maka penyerahan obat-obatan G itu dilarang.
Pasal 4
(1). Penyerahan, persediaan untuk penyerahan dan penawaran untuk penjualan
dan bahan-bahan W, demikian pula memiliki bahan-bahan ini dalam
jumlah sedemikian rupa sehingga secara normal tidak dapat diterima bahwa
bahan-bahan ini hanya diperuntukan pemakaian pribadi, adalah dilarang,
larangan ini tidak berlaku untuk Pedagang-pedagang Besar yang diakui,
Apoteker-apoteker, Dokter-dokter, yang memimpin Apotek, Dokter hewan
dan Pedagang kecil yang diakui di dalam daerah mereka yang resmi.
(2). Peraturan larangan ini tidak berlaku terhadap penyerahan obat-obatan
sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 49 ayat 3 dan 4 Pasal 51 dari
“Reglement DVG”.
(3). Peraturan larangan ini juga tidak berlaku untuk penyerahan-penyerahan
berdasarkan Pasal 6 Ayat 6 dan pasal 5 Ayat 3 dari Undang-undang Obat
Keras ini.
Pasal 5
(1). Pemasukan, Pengeluaran, Pengangkutan, atau suruh mengangkut bahanbahan
G dilarang, terkecuali dalam jumlah yang sedemikian rupa sehingga
secara normal dapat diterima bahwa bahan-bahan ini hanya diperuntukkan
pemakaian pribadi.
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
(2). Laranagn ini tidak berlaku jika tindakan ini dijalankan oleh pemerintah atau
Pedagang-pedagang besar yang diakui atau pengangkutan-pengangkutan
oleh Apoteker-apoteker, Dokter-dokter yang memimpin Apotek dan Dokter
Hewan.
(3). Dalam soal-soal khsus, Inspektur Farmasi D.V.G. di jakarta dapat
memberikan kelonggaran penuh atau sebagian terhadap larangan ini.
Pasal 6
(1). Mereka yang ingin menjad pedagang kecil diakui harus memasukkan
permohonan izin tertlis kepada Pemerintah setempat. Baik permintaan
untuk izin maupun izinnya sendiri dibebaskan dari meterai. Izin ini berisi
nama yang bersangkutan dan tidak boleh dipindahkan kepada orang lain
dan hanya berlaku untuk tempat atau daerah yang tertera dalam izin
tersebut . izin ini batal dengan meninggalnya pemegang izin atau dengan
kepindahannya dari daerah dimana izin berlaku. Jika izin diberikan kepada
rechtspersoon, maka izin batal pada saat batalnya rechtspersoon dari
tempat atau daerah, dimana izin berlaku.
Sebelum memutuskan permintaan permohonan, pemerintah setempat
mohon nasehat dari kepala Dinas Kesehatan dari wailayah dimana yang
bersangktan hendak menjual obat-obat W.
(2). Izin yang dimaksudkan pada Ayat yang pertama dapat ditolak dengan
diberitahukan alasannya, atau dapat diikat dengan ketentuan-ketentuan
tertentu atau dapat diberikan untuk hanya beberapa obat-obat W yang
tertentu.
(3). Izin yang telah diberikan oleh kepala Pemerintah setempat setelah
diperoleh saran-saran dari kepala Kesehatan dalam ayat 1 dapat dicabut
dengan suatu keputusan di mana dinyatakan alas an-alasannya, atau dapat
diikat dengan ketentuan tertentu atau suatu jangka waktu yang tertentu
atau dapat dibatasi kepada hanya obat-obat W yang tertentu.
(4). Kepala Pemerintahan setempat mengirim kepada Sec.V.St. suatu salinan
dan semua pemberian izin, pencabutan izin, dan Pembatasan izin.
(5). Sec. V. St. memegang wewenang untuk menetapkan peraturan-peraturan
umum yang harus ditaati oleh pemegang-pemegang izin sebagai akibat
pencabutan izin mereka. Peraturan ini berlaku setelah diumumkan dalam
Javase Courant.
(6). Pada pembatalan, pencabutan atau pembatasan dari izin-izin maka(bekas)
pemegang izin atau wakil mereka yan berwenang untuk menyerahkan
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
obat-obat yang bersangkutan yang masih ada dalam persediaan mereka
dalam jangka waktu 3 bulan kepada seorang Apoteker, Dokter, Dokter Gigi,
Dokter Hewan, Pedagang Besar yang diakui atau dalam daerah kerjanya
kepada seorang Pedagang kecil yang diakui. Jangka waktu tersebut dalam
keadaan khusus dapat diperpanjang oleh kepala Pemerintah setempat
dalam Ayat 1.
(7). Setelah jangka waktu yang dimaksudkan dalam ayat 6 obat-obat tersebut
harus diserahkan untuk dihancurkan kepada seorang petugas yang
ditentukan oleh Secretaris Van Staat.
Pasal 7
(1). Mereka yang inin menjadi Pedagang Besar yang diakui, harus memasukan
permohonan tertulis untuk surat kuasa dari Sec. V. St. surat kuasa ini berisi
nama yang bersangkutan dan tidak boleh dipindahkan kepada orang lain.
Kuasa ini batal dengan meninggalnya pemegang surat kuasa atau ia
meninggalkan Indonesia atau jika surat kuasa ini diberikan kepada suatu
rechtspersoon maka surat kuasapun batal pada saat batalnya
rechtspersoon atau berpindahnya tempat kedudukan yang sebenarnya dari
rechtspersoon ke tempat lain di luar Indonesia.
(2). Kuasa yang dimaksudkan pada Ayat 1 dapat ditolak dengan diberikan alas
an-alasannya.
(3). Kuasa yang telah diberikan dapat dicabut oleh Sec.V.St. jika pemegang
surat kuasa melanggar ketentuan-ketentuan dari Ordonansi ini atau, tidak
mentaati sewajarnya syarat-syarat dala Ayat berikut.
(4). Surat kuas berlaku untuk semua bahan-bahan yang ditetapkan oleh
Ordonansi dan tidak dikenakan pembatasan-pembatasan lain dari pada
syarat-syarat yang sama untuk semua pemegang surat kuasa yang
ditentukan oleh Sec.V.St. syarat-syarat ini baru berlaku setelah diumumkan
dalam Javase Courant.
(5). Pada pembatalan atau pencabtan dari surat-surat kuasa maka bekas
pemegang izin atau wakil mereka berwenang untuk menyerahkan obatobat
yang bersangkutan yang masih ada dalam persediaan mereka dalam
jangka waktu waktu 3 bulan kepada seorang Apoteker , atau Pedagang
Besar yang diakui. Jangka waktu tersebut dalam keadaan khusus dapat
diperpanjang oleh Secretaris Van Staat.
(6). Setelah jangka waktu yang dimaksudkan dalam Ayat 5 maka obat tersebut
harus diserhkan untuk dihancurkan kepada seorang yang ditentukan oleh
Secretaris Van Staat.
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
Pasal 8
(1). Pada penyerahan kepada konsumen dari obat-obat W oleh penjual harus
diserhkan suatu peringatan tertlis dengan bentuk, warna, etiket, dan cara
mwenempelkan diatas bungkusan khusus atas petunjuk dari Sec. V. St. dan
berlainan untuk setiap jenis obat.
(2). Sec.V.St. berwenang untuk menentukan bahwa penyerahan kepada para
konsumen dari oabta-obat G dan W hanya dapat dilaksanakan dalam
jumlah yang tertentu.
(3). Peraturan-peraturan yang tersebut pada Ayat 1 dan 2 baru berlaku setelah
diumumkan dalam Javase Courant.
Pasal 9
(1). Mereka yang mempunyai persediaan bahan G dan W untuk menyerahkan
pada saat tersebut pada pasal 2 Ayat 4 dan berdasarkan Ordonansi ini tidak
berwenang atau dinayatakn tidak berwenang untuk penyerahan bahan –
bahan ini diwajibkan dalam jangka waktu 3 bulan setelah saat tersebut
memberitahukan persediaan ini kepada Pemerintah setempat di dalam
resort mana obat-obat ini terdapat bersama daftar jumlah terperinci dari
obat-obat itu.
(2). Berhubung dengan jumlah yang didaftarkan, maka mereka yang tersebut
dalam ayat 1 mempunyai wewenang untuk menyerahkan bahan-bahan ini
dalam jangka waktu 6 bulan setelah saat yang dimaksudkan dalam Pasal 2
Ayat 4 kepada orang-orang yang berhak menerima penyerahan ini.
(3). Setelah berlakunya jangka waktu dalam Ayat 2 maka bahan-bahan yang
telah didaftar jika tidak diserahkan sebagaimana yang dimaksudkan dalam
ayat yang sama, harus diserahkan untuk dihancurkan kepada petugas
yang ditentukan oleh Secretaris van Staat.
Pasal 10
(1). Ditetapkan suatu “Komisi Obat-obatan” yang mempunyai tugas
memberikan keterangan kepada Sec.V.St. mengenai soal-soal yang
berhubungan dengan Ordonansi ini.
(2). Komisi tersebut terdiri dari setinggi-tingginya 9 orang anggota, termasuk
Inspektur Farmasi dari D.V.G. di jakarta yang duduk secara fungsi sebagai
Ketua. Anggota-anggota lain ditetapkan oleh Hoge Vertegenwoordigervan
de Kroon di Indonesia atas petunjuk Sec. V. St.
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
Pasal 11
(1). Peraturan-peraturan selanjutnya yang diperlukan untuk melaksanakan
Ordonansi ini dikeluarkan dengan Verrordening Pemerintah.
(2). Dalam soal-soal khusus Hoge V.V.d.Kr. di Indonesia dapat memberikan
pembebasan terhadap peraturan-peraturan yang ditetapkan dalam
Ordonansi ini.
Pasal 12
(1). Hukuman penjara setinggi-tingginya 6 bulan atau denda uang setinggitingginya
5.000 gulden dikenakan kepada :
a. a. Mereka yang melanggar peraturan-peraturan larangan yang
dimaksudkan dalam Pasal 3, 4 dan 5.
b. b. Pedagang kecil yang diakui yang berdagang berlawanan dengan
Ayat-ayat khusus yang ditentukan pada surat izinnya atau bertentangan
dengan peraturan umum yang dimaksud dalam Pasal 6 Ayat 5.
c. c. Pedagang Besar yang diakui yang berdagang bertentangan dengan
syarat-syarat yang dimaksud kan dalam Pasl 7 Ayat 4.
d. d. Merka yang berdagang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan
pada Pasal 8 Ayat 1.
e. e. Merka yang berdagang bertentangan dengan Peraturan-peraturan
yang dikeluarkan oleh Sec.V.St. sesuai dengan Pasal 8 Ayat 2.
f. f. Mereka yang tidak mentaati ketentuan-ketentuan dalam Pasal 6
Ayat 7; Pasal 7 Ayat 6 atau Pasal 9 Ayat 1 dan 3.
(2). Obat-obat keras dengan mana atau terhadap mana dilakukan pelanggaran
dapat dinyatakan disita.
(3). Jika tindakan-tindakan yang dapat dihukum dijalankan oleh seorang
Pedagang kecil atau Pedagang Besar yang diakui maka sebagai tambahan
perdagangan dalam obat keras dapat dilarang untuk jangka waktu setinggitinggnya
2 tahun.
(4). Tindakan-tindakan yang dapat dihukum dalam Pasal ini dianggap sebagai
pelanggaran.
Pasal 13
(1). Jika suatu tindakan yang dapat dihukum dalam Ordonansi ini dilakukan oleh
rechtspersoon maka diadakan penuntutan hukuman dan hukuman
dijatuhkan kepada anggota-anggota pengurus yang berkedudukan di
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
Indonesia atau jika tidak berada ditempat, terhadap wakil-wakil dari
rechtspersoon tersebut di Indonesia.
(2). Ketentuan kepada ayat 1 berlaku dengan cara yang sama terhadap
rechtspersoon yang bertindak sebagai pengurus atau wakil dari
rechtspersoon yang lain.
Pasal 14
(1). Penyelidikan terhadap pelanggaran-pelanggaran dari Ordonansi ini
terkecuali kepada petugas-petugas yang pada umumnya melakukan
penyelidikan dari tindakan-tindakan yang dapat dihukum, juga ditugaskan
kepada pegawai yang diserahkan tugas atas pengawasan dari Kesehatan
Rakyat, dan kepada pegawai – pegawai dari Jawatan Bea dan Cukai.
Pasal 15
(1). Orang-orang yang diserahkan tugas penyelidikan dari tindakan-tindakan
yang dapat dihukum menurut Ordonansi ini mempunyai wewenang untuk
mengadakan pemeriksaan-pemeriksaan rumah, sebagaimana dijelaskan
dalam pasal 1 dari Ordonansi tanggal 20 Agustus 1865 (St.No. 84),
ditambah dengan Ordonansi tanggal 9 Agustus 1874 ( St. No. 201) dan
Ordonansi tanggal 10 Oktober 1876 (St. No. 262) sedangkan juga berlaku
ketentuan Pasal 2, 3 dan 4 Ordonenasi yang disebut pertama.
(2). Orang-orang yang dimaksudkan dalam Ayat 1, terlepas dari wewenang
bersama dengan mereka yang menyertai mereka, setiap waktu bebas
memasuki semua tempat di mana diduga terdapat obat-obat keras yang
dimaksudkan dengan Ordonansi ini.
(3). Jika mereka ditolak untuk memasuki tempat itu, mereka dapat menjalankan
tugas mereka dengan banuan alat-alat Pemerintah yang berwajib.
Pasal 16
(1). Ordonansi ini dapat ditunjuk dengan nama “ Undang-Undang (Ordonansi)
obat-obat keras 1949 “.
Ordonansi ini juga dapat berlaku terhadap orang-orang di bawah kekuasaan
Hukum dari Hakim, yang mengadili berdasarkan Ordonansi 18 Pebruari
1932 (St. No.80).
PASAL II
(1). Obat-obat keras yang ditunjuk, surat-surat kuasa yang diberikan dan
peraturan-peraturan, syarat-syarat atau tindakan-tindakan lain yang
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
ditetapkan oleh Kepala D.v.G. sebelum saat berlakunya Ordonansi ini,
untuk melaksankan “Ordonansi Obat-obat Keras”, jika belum dicabut atau
belum batal dianggap telah ditunjuk , diberikan atau ditetapkan oleh Sec. V.
St. sesuai dengan peraturan-peraturan dari Ordonansi ini.
(2). Mereka yang pada saat berlakunya Ordonansi Obat Keras ini memiliki obatobat
keras tanpa wewenang sesuai dengan Pasal 3 dan 4, harus
menyerahkan obat-obat ini dalam jangka waktu 1 bulan setelah berlakunya
Ordonansi ini kepada orang-orang yang mempunyai wewenang.
(3). Mereka kepada siapa saat berlakunya Ordonansi ini telah dikirimi obat-obat
keras, yang menurut Pasal 5 pemasukannya, pengeluarannya,
pengangkutannya, atau menyuruh mengangkutnya dilarang, dapat
berhubungan dengan Inspektur Farmasi dari D.V.G. di jakarta, yang
berwenang untuk mengeluarkan berdasarkan pendangannya suatu izin
pemasukan khusus (jika telah tiba pengeluaran dari Luar Negeri) atau izin
untuk pengeluaran atau untuk pengangkutan atau untuk menyuruh
mengangkutnya di dalam Wilayah Indonesia.
PASAL III
Ordonansi ini mulai berlaku satu hari setelah pengumumannya. Dan agar tidak
ada orang menganggap tidak mengetahuinya, Ordonansi ini akan dimasukkan
dalam St. dari Indonesia.

Dibuatkan di : J A K A R T A
Pada tanggal : 22 Desember 1949.

Share this

Comments
0 Comments