Sabtu, 02 Januari 2016

Bentuk Sediaan Salep


Ilustrasi dari http://tentangwanita.com/



Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar atau
basis salep yang cocok (Anonim, 1995). Salep dapat mengandung obat atau tidak
mengandung obat disebut dengan basis salep (Ansel, 1989).

a. Fungsi salep
Menurut Lachman dkk (1994). Sediaan semi padat digunakan pada kulit,
dimana umumnya sediaan tersebut berfungsi untuk:
1). Sebagai pembawa pada obat-obatan topikal
2). Sebagai pelunak kulit
3). Sebagai pembantu pelindung atau pembalut penyumbat (oklusif).

b. Syarat salep
Menurut Martin (1993), untuk memperoleh salep yang baik, salep harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:

   1). Stabil
Salep harus stabil selama masih digunakan untuk mengobati. Oleh karena
itu, bebas inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada dalam
kamar.

   2). Lunak
Salep banyak digunakan untuk kulit teriritasi, inflamasi dan dibuat
sedemikian sehingga semua zat keadaan yang halus dan seluruh produk harus lunak
dan homogen.

  3). Mudah dipakai
Kebanyakan keadaan salep adalah mudah digunakan, kecuali sediaan salep
yang dalam keadaan sangat kaku (keras) atau sangat encer. Salep tipe emulsi
umumnya paling mudah dihilangkan dari kulit.

  4). Dasar salep yang cocok
Dasar salep harus dapat campur secara fisika dan kimia dengan obat yang
dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak atau menghambat aksi terapi dari
obatnya pada daerah yang diobati. Selain itu dasar salep perlu dipilih untuk maksud
dapat membentuk lapisan film penutup atau yang dapat mudah dicuci sesuai yang
diperlukan.

c. Basis salep
Salep terdiri dari basis salep yang dapat berupa sistem sederhana atau dari
komposisi yang lebih kompleks bersama bahan aktif atau kombinasi bahan aktif (Voigt,
1984). Basis salep merupakan bagian terbesar dari bentuk sediaan salep. Berdasarkan
hasil dari berbagai penelitian, ternyata basis salep mempunyai pengaruh yang besar
terhadap efektifitas obat yang dibawanya (Barry, 1983).
Sebaiknya basis salep memiliki daya sebar yang baik dan dapat menjamin
pelepasan bahan obat pada daerah yang diobati, dan tidak menimbulkan rasa panas,
juga tidak ada hambatan pada pernafasan kulit (Voigt, 1984). Formulasi salep untuk
dapat memberikan efek penyembuhan maka obatnya harus lepas dari basis salep
kemudian berpenetrasi kedalam kulit (Aiache, 1982).
Menurut Voigt (1984), syarat dasar salep yang ideal menurut banyak pakar
adalah berdasarkan sifat kimia-fisika, yaitu:
1). Stabilitas yang memuaskan.
2). Tidak tersatukan dengan bahan pembantu yang lain.
3). Tidak tersatukan dengan bahan obat yang digunakan.
4). Memiliki daya sebar yang baik.
5). Menjamin pelepasan bahan obat yang memuaskan.
6). Memiliki daya menyerap air yang baik.

d. Penggolongan basis salep
Dalam sediaan salep komposisi basis merupakan hal yang penting karena akan
mempengaruhi kecepatan pelepasan obat dari basisnya. Dasar salep umumnya
bertendensi memperlambat atau menghambat absorpsi obat menembus epidermis dan
permukaan mukosa sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi khasiat dari obat yang dikandungnya (Barry, 1983).

Setiap salep mempunyai basis yang bermacam-macam dan mempunyai sifat
hidrofil dan hidrofob. Basis salep memiliki daya sebar yang baik dan menjamin
pelepasan bahan obat yang memuaskan (Voigt, 1984).
Menurut Ansel (1989), pemilihan basis salep yang dipakai dalam formulasi
sediaan salep tergantung faktor-faktor berikut:
1). Laju pelepasan yang diinginkan bahan obat dari basis salep.
2). Keinginan peningkatan absorbsi obat dari basis salep.
3). Kelayakan melindungi lembab dari kulit oleh basis salep.
4). Kekentalan atau viskositas dari basis salep.
Harus dimengerti bahwa tidak ada dasar salep yang ideal dan juga tidak ada
yang memiliki semua sifat yang diinginkan. Pemilihannya adalah untuk mendapatkan
dasar salep yang secara umum menyediakan segala yang dianggap sifat yang paling diharapkan (Ansel, 1989).

Berdasarkan komposisinya, dasar salep dapat digolongkan sebagai berikut:

1). Dasar salep hidrokarbon
Dasar salep hidrokarbon (dasar salep berlemak) bebas air, preparat yang
berair mungkin dapat dicampurkan hanya dalam jumlah sedikit saja, bila lebih
minyak sukar bercampur. Kerjanya sebagai bahan penutup saja. Tidak mengering
atau tidak ada perubahan dengan berjalannya waktu. Dasar salep hidrokarbon yaitu
Vaselinum, Jelene, minyak tumbuh-tumbuhan.

2). Dasar salep absorpsi
Dasar salep absorpsi dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu:

(a). Yang memungkinkan percampuran larutan berair, hasil dari pembentukan
emulsi air dan minyak (misalnya: Petrolatum Hidrofilik dan Lanolin
Anhidrida).

(b). Yang sudah menjadi emulsi air minyak (dasar emulsi), memungkinkan
bercampurnya sedikit penambahan jumlah larutan berair (misalnya: Lanolin dan
Cold Cream).
Dasar salep ini berguna sebagai emolien walaupun tidak menyediakan
derajat penutupan seperti yang dihasilkan dasar salep berlemak. Seperti dasar salep
berlemak, dasar salep absorpsi tidak mudah dihilangkan dari kulit oleh pencucian
air.

3). Dasar salep yang dapat dibersihkan dengan air
Dasar salep yang dapat dibersihkan dengan air merupakan emulsi minyak
dalam air yang dapat dicuci dari kulit dan pakaian dengan air. Atas dasar ini bahan tersebut sering dikatakan sebagai bahan dasar salep “tercuci air”.

4). Dasar salep yang dapat larut dalam air
Tidak seperti dasar salep yang tidak larut dalam air, yang mengandung
kedua-duanya, komponen yang larut maupun yang tidak larut dalam air, dasar yang
larut dalam air hanya mengandung komponen yang larut dalam air. Tetapi, seperti
dasar salep yang dapat dibersihkan dengan air basis yang dapat dicuci dengan air.
Basis yang larut dalam air biasanya disebut sebagai greaseless karena tidak
mengandung bahan berlemak (Ansel, 1989).

e. Metode pembuatan salep
Menurut Ansel (1989), salep dibuat dengan dua metode umum, yaitu: metode
pencampuran dan metode peleburan. Metode untuk pembuatan tertentu terutama
tergantung pada sifat-sifat bahannya.

1). Pencampuran
Dalam metode pencampuran, komponen dari salep dicampur dengan segala
cara sampai sediaan yang rata tercapai.

2). Peleburan
Pada metode peleburan, semua atau beberapa komponen dari salep
dicampurkan dengan melebur bersama-sama dan didinginkan dengan pengadukan
yang konstan sampai mengental.

Komponen-komponen yang tidak dicairkan biasanya ditambahkan pada
cairan yang sedang mengental setelah didinginkan.
Bahan yang mudah menguap ditambahkan terakhir bila temperatur dari
campuran telah cukup rendah tidak menyebabkan penguraian atau penguapan dari komponen.

f. Peraturan-peraturan pembuatan salep
Peraturan-peraturan pembuatan salep terdiri dari (Anonim, 1995):

1) Peraturan salep pertama
“Zat-zat yang dapat larut dalam campuran-campuran lemak, dilarutkan
kedalamnya, jika perlu dengan pemanasan”.

2) Peraturan salep kedua
“Bahan-bahan yang dapat larut dalam air. Jika tidak ada peraturanperaturan
lain, dilarutkan lebih dahulu dalam air, diharapkan jumlah air yang
digunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis salep, jumlah air yang dipakai
dikurangi dari basis”.

3) Peraturan salep ketiga
“Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam lemak
dan air harus diserbuk lebih dahulu, kemudian diayak dengan ayakan no.B.40
(no.100)”.

4) Peraturan salep keempat
“Salep-salep yang dibuat dengan melelehkan, campurannya harus
diaduk sampai dingin”.

g. Faktor-faktor yang berpengaruh pada pelepasan obat dari salep

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari salep pada dasarnya
sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi pada saluran cerna dengan laju
difusi yang sangat tergantung pada sifat fisika-kimia obat (Idzon dan Lazarus, 1986).
Pelepasan obat dari sediaan salep secara in vitro dapat digambarkan dengan
kecepatan pelarutan obat yang dikandungnya dalam medium tertentu, ini disebabkan
karena kecepatan pelarutan (mass-transfer) merupakan langkah yang menentukan
dalam proses berikutnya. Pada umumnya sediaan obat-obat luar yang berbentuk salep
mengikuti mekanisme difusi pasif. Apabila obat dioleskan secara topikal obat berdifusi
secara pasif keluar dari bahan pembawanya. Sehingga difusi berjalan terus-menerus
dari lokasi pemberian ke epidermis dan dermal (Gordon, 2002).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan obat tersebut diantaranya adalah:

Share this

Comments
0 Comments